Senin, 18 Maret 2013

CONTOH PEMBUATAN RUBRIK DAN PAMFLET MATA PELAJARAN SOSIOLOGI SMA NEGERI 01.BATANG TARANG OLEH EKO RAHMANTO


1.      Rubrik biasanya menjadi sebuah kriteria dari suatu hal. Dalam hal ini, adalah koran atau surat kabar. Rubrik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat kabar, majalah, dsb. Biasanya, rubrik tersebut diletakkan di bagian kepala karangan atau bagian atas dari sebuah koran atau majalah.
Contoh dari rubrik adalah rubrik pendidikan, rubrik teknologi, rubrik keluarga, dan rubrik-rubrik lainnya. Sudah terbayang?
Pamflet adalah tulisan yang dapat disertai dengan gambar atau tidak, tanpa penyampulan maupun penjilidan, yang dicantumkan pada selembar kertas di satu sisi atau kedua sisinya, lalu dilipat atau dipotong setengah, sepertiga, atau bahkan seperempatnya, sehingga terlihat lebih kecil (dapat juga disebut selebaran). Pamflet dapat pula terdiri dari beberapa lembar kertas yang dilipat atau disatukan secara sederhana sehingga menjadi sebuah buku kecil. Untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah pamflet, UNESCO mendefinisikannya sebagai keperluan publikasi yang bisa terdiri dari 5 sampai 48 halaman tanpa sampul, bila lebih dari itu disebut buku. Disebabkan oleh biayanya yang murah dan kemudahan produksi serta distribusi, pamflet sering digunakan untuk mempopulerkan ide-ide politik dan agama, atau untuk menyebarkan berita dan promosi / iklan. Materi PembelajaranStruktur Sosial


























 

Kelompok Sosial Dalam Masyarakat Multikultural


Pengertian dan Macam-macam Kelompok

1. Pengertian kelompok

Kelompok merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam sosiologi dan antropologi. Sebenarnya kelompok merupakan kumpulan manusia yang memiliki syarat-syarat tertentu, dengan kata lain tidak semua pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok.

Robert Biersted menyebut adanya tiga kriteria kelompok, yaitu: (1) ada atau tidaknya organisasi, (2) ada atau tidaknya hubungan sosial di antara warga kelompok, dan (3) ada atau tidaknya kesadaran jenis di antara orang-orang yang ada dalam kelompok dimaksud.

Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4) kelompok statistik.

Keterangan:

a. Asosiasi

Asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal terdiri atas orang-orang yang memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, ada hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.

b. Kelompok sosial (Social Groups)

Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai kelompok sosial.

c. kelompok kemasyarakatan (Societal Groups)

Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups).

Misalnya kelompok laki-laki, kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesama perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.

d. Kelompok statistik

Bentuk terakhir dari kelompok adalah kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut Biersted.

Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10 tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.


2. Berbagai macam kelompok/asosiasi dalam masyarakat

a. In group-Out group

Ingroup (kelompok dalam) merupakan kelompok sosial di mana di antara anggota-anggotanya saling simpati dan mempunyai perasaan dekat satu dengan lainnya. Misalnya: kliq. Outgroup (kelompok luar) ialah kelompok yang berada di luar suatu kelompok yang ditandai oleh adanya antagonisme, prasangka atau antipati. Misalnya orang-orang kulit hitam di lingkungan orang-orang kulit putih. Klasifikasi kelompok demikian dikemukakan oleh W.G. Sumner (1940).

b. Kelompok Primer dan sekunder

Klasifikasi ini dikemukakan oleh C.H. Colley (1909). Kelompok primer dan sekunder dibedakan berdasarkan ada tidaknya ciri saling mengenal atau kerjasama yang erat dan bersifat personal di antara anggota-anggotanya. Kelompok dengan ciri demikian disebut kelompok primer, dan yang tidak disebut kelompok sekunder.

c. Gemainschaft dan Gesselschaft

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies (1967). Gemainschaft (paguyuban) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Hubungan antar-anggota kelompok paguyuban memiliki ciri : (1) intim, (2) privat, dan (3) eksklusif. Misalnya keluarga.

Menurut Tonnies, ada tiga tipe gemainschaft, yaitu: (1) gemainschaft by blood, contohnya keluarga atau kelompok kekerabatan (klen), (2) gemainschaft of place, misalnya orang-orang se-RT/RW, (3) gemainschaft of mind, yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang memiliki jiwa atau ideology yang sama, sehingga meskipun bertempat kediaman yang saling berjauhan dan tidak memiliki kesamaan keturunan/keluarga tetapi tetap memiliki hubungan yang erat, intim, kekal dan dalam. Misalnya: kelompok keagamaan (umat), sekte, kelompok kebatinan, dan sebagainya.

Sedangkan Gesselschaft (patembayan) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan pada ikatan lahir dan bersifat kontraktual. Contohnya: Sebuah Perusaahaan atau organisasi buruh.

d. Kelompok Formal dan Informal

Klasifikasi ini dikemukakan oleh van Doorn dan Lammers (1964). Kelompok formal merupakan kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan. Di dalam kelompok formal terdapat pembatasan yang tegas mengenai hak-hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab anggota-anggota kelompok sesuai dengan statusnya masing-masing, baik fungsional maupun struktural.

Kelompok informal merupakan kelompok yang dibangun berdasarkan hubungan-hubungan yang bersifat personal dan tidak ditentukan oleh aturan-atuan yang resmi.

e. Kelompok organik dan mekanik

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Emmile Durkheim didasarkan pada ada tidaknya pembagian kerja dalam kelompok. Di dalam kelompok organik terdapat pembagian kerja yang rinci dan tegas di antara anggota-anggotanya, sedangkan pada kelompok mekanik tidak terdapat pembagian kerja. Ada tidaknya pembagian kerja ini menimbulkan pula sifat solidaritas antar-anggota yang berbeda. Pada kelompok organik terdapat solidaritas organik, dan dalam kelompok mekanik terdapat solidaritas mekanik.

f. Membership dan reference group

Klasifikasi ini dikemukakan oleh Robert K. Merton. Membership Group merupakan kelompok dengan anggota-anggota yang tercatat secara fisik sebagai anggota. Sedangkan reference group merupakan kelompok acuan, maksudnya orang menjadikan kelompok yang bersangkutan sebagai acuan bertindak dan berperilaku, walaupun secara fisik ia tidak tercatat sebagai anggota.

g. Kelompok-kelompok semu dan tidak teratur

1) kerumunan

Kerumunan ialah sekumpulan orang yang tidak terorganisir dan bersifat sementara. Suatu kerumumnan dapat memiliki pemimpin, tetapi tidak memiliki struktur dan pembagian kerja. Identitas seseorang akan tenggelam apabila berada dalam sebuah kerumunan.
Tipe-tipe kerumunan

a) Khalayak penonton (pendengar formal/formal audience)

Kerumunan demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop, pengunjung khotbah agama, dsb.

b) Kelompok ekspresif yang direncanakan (planned expressive group)

Kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta

c) Kumpulan orang yang kurang menyenangkan (inconvinent aggregations)

Dalam kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.

d) Kumpulan orang-orang yang panik (panic crowd)

Ialah kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya pengungsi

e) Kerumunan penonton (spectator crowd)

Yaitu kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak terencana

f) Lawless crowd

Yaitu kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs, yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoral crowd, seperti formal audience, tetapi bersifat menyimpang.

2) publik (massa)

Seringkali disebut dengan khalayak umum atau khalayak ramai. Publik semacam dengan kelompok hanya tidak menjadi kesatuan, hubungan sosial terjadi secara tidak langsung, melainkan melalui alat-alat komunikasi massa, seperti: media massa cetak, elektronik, termasuk pembicaraan berantai, desas-desus, dan sebagainya.











Berbagai Kelompok Sosial Dalam Masyarakat Multikultural


http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQrHESTUS-64BVAQbRPr9P0ytYvYXHG6kuPu6H12FRkEY9h41zE2PDBQEE
files.sman1-mgl.sch.id
Mendeskripsikan berbagaikelompok sosial dalam masyarakat multikultural
400 × 300 - 51 k - jpg
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQb0x-71DuQVvlAJLszwPAE1SrQL2dhfTh6dZ_CHEfsbY4hTgHmKUlo3T0
files.sman1-mgl.sch.id
Karakteristik Masyarakat Multikultural Berbagaikelompok sosial-budaya atau ...
400 × 300 - 54 k - jpg
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTr7Fr9xNus5E9p0BlsYMnk5rmJKA-dFW01-S24l3loZ0MeiwhOVM8jWZ6C
99virus.blogspot.com
Contoh lainnya adalah kelompok masyarakat miskin,
640 × 480 - 61 k - jpg
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ82iWIV0r0u0h_80WeOlGoZeKoAOo0IkLu65uBRK9J_53OXQEg0TwTeg
sosiologismaipiems.blo...
masyarakat indonesia dikenal sebagai masyarakt yang majemuk. hal ini dapt ...
400 × 265 - 48 k - jpg
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT1o-l_LzRM0RQvqTPgBTzwgItt1XTGsBA3H-5X2KdBmlD9F3PfNMoYurg
mataips12.blogspot.com
KONFLIK SOSIAL BAB 2 ·KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL (BA.
300 × 177 - 30 k - jpg
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS33nA5p1r1zD60sSTr4NI5DZ0uYHj8wpA1vDI5jAYzMf32fG5oRh_H7D8
holly666artemiszta.blo...
Ketidakstabilan kondisi pada suatukelompok sosial disebabkan oleh adanya ...
550 × 367 - 127 k - jpg
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT-t9K0nrnpoAx9tNI3Q_t4bd2YguU802gvN_NLMqmdbuqEPC--HfbEhEQ
chriistoporus.blogspot...
BAB 4 KEANEKARAGAMANKELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
200 × 206 - 23 k - jpg
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSFy2CSIUlJn34wP6hUBwCwhTZEES5XuzTu1c31yUxEIyRRlNoGbfGbQmg
sosiologismak1.weebly.com
BAB 4. KELOMPOK SOSIALBAB 5. KEBUDAYAAN BAB 6.MASYARAKAT MULTIKULTURAL
250 × 198 - 32 k - gif
http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRoNi5sCvWnXYLt3Ww5jqCXlbG0m2fn50-J4qWfPD8FPDtmztYvtPtQeAUt
adefebri05tkj1.blogspo...
Keanekaragaman Kelompok Sosial Dalam Masyarakat Multikultural di Indonesia
850 × 452 - 100 k - jpg



logo_kompas.png

Sikap Keberagamaan Kini Bak Gedung Tak Berjendela
Jumat, 15 Maret 2013 | 00:32 WIB
http://assets.kompas.com/data/photo/2013/03/15/0031006-gedung-p.jpg
www.dpcdsb.org
Ilustrasi
SEMARANG, KOMPAS.com--Antropolog Universitas Diponegoro Semarang Prof Mudjahirin Thohir menilai sikap keberagamaan masyarakat Indonesia sekarang ini ibarat gedung tanpa jendela sehingga kerap terjadi konflik.
"Ibarat gedung tanpa jendela, mengatakan dirinya paling benar. Melupakan bahwa pada saat yang sama, di rumah atau gedung lain ada kelompok agama yang berbeda mengatakan hal yang kurang lebih sama," katanya di Semarang, Kamis.
Hal tersebut diungkapkan Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah itu usai peluncuran dan diskusi buku terbarunya yang berjudul "Multikulturalisme; Agama, Budaya, dan Sastra".
Menurut dia, sikap keberagamaan semacam itu justru akan membuat sikap eksklusif dengan menafikkan realitas keberagaman yang dimiliki Indonesia, serta membuat rasa ketidaknyamanan dalam menghadapi perbedaan agama.
Ia kembali mengibaratkan realitas keberagaman sebagai jalan besar yang dilalui berbagai kendaraan, mulai becak, bemo, motor, mobil, hingga truk besar yang sama-sama ingin lewat untuk sampai ke tempat tujuan.
"Semua kendaraan sama-sama ingin lewat agar sampai tujuan. Tentunya, masing-masing harus mau memberi ruang kepada sesama pengguna jalan yang lain. Tidak boleh seenaknya, sebab bisa berserempetan atau tabrakan," katanya.
Kalau sampai terjadi serempetan atau tabrakan antarkendaraan, kata Mudjahirin yang juga pengajar antropologi agama pascasarjana IAIN Walisongo Semarang itu, keduanya sama-sama rugi dan akan menghabiskan energi.
Ia mengatakan mungkin ada sebagian orang yang berkepentingan dengan timbulnya konflik agama kemudian memanfaatkan kesempatan, diperparah dengan ketidakadilan dan kesenjangan sosial di masyarakat.
"Bahwa konflik itu natural, memang iya. Sebab, kita anak keturunan Qabil (anak Nabi Adam) yang membunuh saudaranya sendiri. Tetapi, bukan berarti dibiarkan saja. Harus ada upaya mengelola permasalahan," katanya.
Ia mengakui ajaran dakwah (syiar agama) memang ada dalam agama, tetapi agama sebenarnya terbagi dalam dua aspek, yakni teologis yang berkaitan hubungan dengan Tuhan dan sosiologis berkaitan hubungan antarmanusia.
"Seseorang yang beragama memang harus meyakini agamanya paling benar. Itu harus. Tetapi, pada aspek sosial jangan melupakan bahwa setiap orang juga ingin mencapai apa yang diyakininya benar dan baik," kata Mudjahirin.
Sumber :
ANT
Editor :
Jodhi Yudon


















Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial Masyarakat Desa Transisi, oleh: Zulkarnain Nasution
DSC_0296-ZUlkarnain-GBR
 











Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial pada masyarakat desa transisi
Konflik yang terjadi antar warga desa akhir-akhir  ini semakin sering menjadi pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik. Beragamnya masalah konflik yang timbul mulai dari masalah yang sepele, saling mengejek antar pemuda, sampai persoalan perbedaan pendapat dan pandangan antar warga desa akhir ini patut dijadikan sebagai bahan renungan bersama.
Salah satu potensi konflik yang terjadi pada masyarakat desa secara langsung dan terbuka adalah antara warga dusun (masyarakat kampung) dengan warga perumahan (masyarakat pendatang) sebagai masyarakat desa transisi. Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan dan permukiman baru di daerah pinggiran kota atau pinggiran pedesaan yang terjadi interaksi sosial sehingga terjadi tumpang tindih nilai-nilai tradisional peralihan menuju nilai-nilai modern.
Pada masyarakat desa transisi, peluang konflik  antara warga perumahan dengan warga dusun tersebut bisa terjadi akibat dari adanya pihak ketiga, yakni pihak developer perumahan dalam pembangunan sarana dan prasarana yang selalu mengabaikan pembangunan di dusun, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial warga dusun,  kurang memberikan peluang integrasi sosial antara warga perumahan dengan warga dusun, serta kesempatan peluang kerja bagi warga dusun sebagai masyarakat asli yang sudah lama bertempat tinggal di desa tersebut.
Pada masa lalu masyarakat desa dikenal dengan sifat gotong royong. Gotong royong merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang berlaku di daerah pedesaan Indonesia. Berdasarkan sifatnya gotong royong terdiri atas gotong royong bersifat tolong menolong dan bersifat kerja bakti. Gotong royong merupakan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat kita sebagai petani (agraris). Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok, membentuk suatu norma saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Bentuk kerja-sama gotong royong  semacam ini merupakan  salah satu bentuk solidaritas sosial.
Gotong royong merupakan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat kita sebagai petani (agraris). Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok, membentuk suatu norma saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Bentuk kerja-sama gotong royong  semacam ini merupakan  salah satu bentuk solidaritas sosial. Dalam masyarakat primer (umumnya terjadi pedesaan) dicirikan masyarakat yang guyub, teposelero, dan jalinan kerjasamanya erat. Tetapi dalam masyarakat tipe sekunder justru terjadi sebaliknya.
Dahulu masyarakat desa dalam khasanah sosiologi dikenal dengan sebutan masyarakat primer. Namun kini proses solidaritas sosial dan tingkat partisipasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proses memudarnya ikatan kerjasama itu disebabkan berbagai faktor, misalnya: masuknya nilai-nilai kapitalisme, perubahan sosial budaya, migrasi, urbanisasi, dan lain-lain.
Selain itu pada era globalisasi dan informasi telah terjadi perubahan pada berbagai aspek yang mendorong keterbukaan pada hampir di semua aspek dan sistem kehidupan manusia, termasuk pada masyarakat desa. Pengaruh globalisasi ini antara lain menyebabkan terbentuknya masyarakat desa transisi. Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang di dalamnya terdapat masyarakat asli yang sudah secara turun temurun tinggal di desa tersebut dan masyarakat pendatang yang baru bertempat tinggal di desa tersebut.
Karakteristik masyarakat desa transisi ini meliputi: (a) terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Hal ini dipertegas  Riggs (1998) yang menyebutkan terjadi pola campuran antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Disatu sisi nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat desa untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain nilai-nilai tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak harus dihilangkan, akan tetapi dikelola  secara proporsional dan fungsional, seperti nilai-nilai solidaritas pada masyarakat perdesaan di Jawa, tradisi soyo (membantu membangun atau merenovasi rumah tetangga tanpa dibayar upah), tradisi ngelayat (mendatangi keluarga tetangga yang ditimpa musibah meninggal), tradisi rewang (membantu tenaga tetangga yang punya hajatan), tradisiklontang (memberi sumbangan uang kepada tetangga yang ditimpa musibah kematian dimasukkan ke dalam kardus aqua atau kaleng), tradisi buwuh (memberikan sumbangan uang pada tetangga/warga yang menyelenggarakan hajatan), dan tradisi lainnya; (b) masyarakat  menjadi heterogen, seperti: tingkat pendidikan, perkerjaan, dan kepercayaannya; (c) terjadinya pembangunan perumahan baru di desa pinggiran yang tidak memperhatikan kondisi masyarakat sekitar, mengakibatkan bisa terjadinya pertentangan antara nilai-nilai yang dibangun masyarakarat pendatang dengan masyarakat asli, dan kecemburuan sosial; (d)  kawasan desa pinggiran kota, kawasan di mana semakin tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan industri, perdagangan, dan peru-mahan yang membawa dampak positif, yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konflik antara masyarakat asli dan pendatang; (e) masyarakat desa yang mengalami peralihan dari mata pencaharian di bidang agraris (pertanian)  menuju mata pencaharian non pertanian.
Kondisi tersebut terutama terjadi  pedesaan, khususnya masyarakat desa yang letaknya di pinggiran kota karena kemajuan komunikasi dan kecenderungan menjadi pusat perdagangan serta lalu lintas komunikasi yang akan mengalami perubahan drastis. Perubahan ini akan paling terasa pada masyarakat desa transisi tersebut dalam pergeseran solidaritas.
Guna memelihara nilai-nilai solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat secara sukarela dalam pembangunan di era sekarang ini perlu ditumbuhkan dari interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural sehingga munculnya kebersamaan komunitas yang unsur-unsurnya meliputi: seperasaan, sepenanggungan, dan saling butuh. Pada akhirnya menum-buhkan kembali solidaritas sosial. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok dan merupakan  suatu keadaan hubungan antara individu  atau kelom-pok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama serta diperkuat pengalaman emosional bersama.
Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilai-nilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran (role expectation). Sebab itu prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi: saling membantu, saling  peduli, bisa bekerjasama, saling membagi hasil panen, dan bekerjasama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan maupun tenaga dan sebagainya.
Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada masyarakat kita secara terus menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya akan tetapi karena dinamika budaya tidak ada yang statis, terjadilah beberapa perubahan secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang merubah adalah modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi solidarits sosial. Selain itu perubahan solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai manusia, (b) perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup  kadang-kadang menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota keluarga, (c) Sikap egoistik, bila seseorang individu terlalu mementingkan diri sendiri dan keluarganya, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat.
Bentuk perubahan solidaritas sosial yang telah terjadi dalam masyarakat desa antara lain: (a) Adanya kecenderungan pada  masyarakat kita, khususnya masyarakat desa transisi pada warga asli dan warga pendatang berupa kecurigaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai lawan yang berbahaya, ini bisa mengakibatkan terjadinya konflik antar kedua masyarakat tersebut. (b) Semakin menipisnya tingkat saling percaya  dan tolong menolong dalam kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan menurunnya rasa solidaritas sosial dalam proses kehidupan.
Upaya memelihara solidaritas sosial  dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan  tidaklah semudah yang dibayangkan, karena solidaritas sosial akan terus berkembang menuju kehidupan sosial yang modern. Mampukah masyarakat desa, khususnya desa transisi beradaptasi dengan masuknya nilai-nilai yang modern yang mementingkan sikap individualitas dan tidak mengandung nilai-nilai kearifan lokal? sementara nilai budaya lokal yang dianut mengandung nilai-nilai kearifan dan sejalan dengan nilai budaya yang ada.
Nilai-nilai  solidaritas  sosial   pada  masyarakat desa transisi: (1) tumbuh dari pertautan (integrasi) antara  nilai   tradisi  lokal  dengan  nilai  modern,  akibat terjadinya  interaksi antar kedua warga tersebut, (2) Nilai-nilai solidaritas yang memiliki kearifan lokal pada masyarakat dusun dan masyarakat perumahan yang positif harus dipelihara seiring dengan  banyaknya pembangunan perumahan baru di wilayah  pedesaan,  karena  nilai-nilai   tersebut  cenderung meningkatkan  partisipasi  dalam pembangunan. Pihak  pengembang perumahan berkewajib-an mengontrol dan melakukan kerjasama   dengan  aparat  desa  dan  tokoh  masyarakat  di lingkungan masing-masing   terhadap   proses  sosial  yang berkembang dipemukiman baru,  agar segala gejala negatif yang muncul dapat segera  diantisipasi,  misalnya  gejala  segregasi   sosial   (mengabaikan  kelangsungan   sosial  dan  budaya  karena  menurut   perhitungan   ekonomi  dianggap  tidak  menguntungkan developer), konflik  sosial,  dan  dislokasi  sosial  (perubahan pemukiman penduduk dalam jumlah besar dan waktu relatif cepat) sehingga menimbulkan masalah sosial.
Penulis,
Pengamat Sosiologi Pedesaan, Staf Pengajar Jurusan PLS FIP, dan Kepala Humas UM


www.fauzanponsel.blogspot.com





Tidak ada komentar:

Posting Komentar